Saya mau berkisah tentang seorang gadis kecil yang masih duduk dibangku kelas 3 SD.
Suatu hari si anak pulang sekolah tidak lantas menuju rumahnya, melainkan main dulu ke rumah temannya. Di rumah temannya, mereka langsung disuruh ganti pakaian dan terus mencuci tangan untuk makan siang.
Sementara makan, matanya terus mengamati taplak meja makan yang berhiaskan bordiran bunga mawar berwarna merah muda. Sampai-sampai ditegur oleh ibu temannya supaya segera menghabiskan makanan yang masih tersisa di piring.
Singkat cerita, setiba di rumahnya dia sibuk mencari kain perca sisa jahitan baju ibunya. Dan didapatinya sebentuk kain persegi dengan ukuran kira-kira 10x10cm. Kemudian diambilnya jarum dan benang berwarna merah muda.
Mulailah dia menjahit (mungkin maksudnya membordir) kain itu dengan terlebih dulu membuat gambar bunga yang menurutnya itu adalah bunga mawar. Meniru gambar bordiran taplak meja di rumah temannya.
Tak ada yang memperhatikan selain bapaknya, karena dia membuat karyanya sambil menemani bapanya membuat jala ikan. Bapaknya memuji hasilnya bagus. Mungkin sang bapa hanya menyemangati putrinya saja.
Setelah menurutnya selesai, dia perhatikan sambil senyum puas. Dia ingat bapaknya pernah bilang bahwa karyanya bagus, maka dia paksa bapaknya untuk membeli dengan harga Rp 5,- pada saat itu uang Rp 5,- sangat berharga. Mungkin sekarang senilai Rp 5.000,- atau lebih.
Uang hasil penjualan dia belikan sebuah hakpen dan benang wol. itu pun masih tersisa untuk jajan.
Dengan bermodal hakpen dan benang dia rajut menjadi tiga buah dompet mungil, untuk koin. Kali ini yang dia paksa ibu, bibi dan teman sebangkunya untuk membeli.
Tentu saja hasil penjualan berlebih, dia belikan lagi benang wol dan dibuatnya lagi beberapa dompet mungil. Dia tawarkan pada teman sekolahnya yang lain. Banyak yang memesan padahal bentuk dompetnya tidak begitu bagus. Mungkin karena kasian atau mungkin juga karena alasan lain.
Sampai akhirnya beberapa ibu teman pengajian ibunya memesan tas rajut untuk pergi mengaji. Waktu itu dia sudah duduk di kelas 4. Hasil pembayaran karyanya dia belikan sepatu putih dulu disebut sepatu kelinci untuk sekolah.
Bangga sekali hatinya walaupun akhirnya sepatu barunya direbut oleh kakak permpuannya. Kasiaaan...!
Dengan kejadian tersebut, saya yakin 'sebuah karya akan sangat berharga kalau diciptakan dengan cinta.
Catatan: si anak bisa menjahit karena sering melihat ibunya menjahitkan kebaya orang dan ibunya juga ahli membuat kasur kapuk. Sedangkan dia bisa merajut, belajar dari kakaknya perempuannya yang lain.